Bahagia untuk kebahagiaan orang lain.. segitu beratnya?

/
0 Comments

Setiap orang senormal dan sewajarnya menginginkan constant enhancement or achievement dalam hidupnya, sekecil apapun itu. Intinya manusia dasarnya ingin bergerak maju, bukan mundur. Tapi yang sering terjadi— ketika lingkungan sekitar kita lebih ‘maju’, kita malah gak seneng, gak mau mengakui, dan akhirnya malah jadi ‘julid’ alias berprasangka buruk.

Familiar dengan kondisi-kondisi seperti ini:
Teman kantor berangkat S2 ke luar negeri dengan beasiswa
Teman jaman SMA/kuliah menikah dan langsung punya anak
Sepupu buat bisnis restoran yang hits
Teman lama jadi rajin olahraga dan post2 tentang olahraga (and he truly lost some weight)

Pernah jugakah saat itu terlintas di pikiran seperti ini:
Hah padahal dia gak pinter2 amat
Ah palingan anaknya ntar diurus nanny
Jelas lah, kan dia pakai duit/channel orangtuanya
Ala2 banget palingan cuma kemakan trend

Come on.. if we think he/she doesn’t deserve it, do you think WE deserve it?

Kadang kita merasa ide dan pemikiran kita yang paling ‘benar’ (padahal belum tentu), dan orang lain itu ‘salah’ dan gak berhak dengan apa yang mereka dapatkan atau lakukan. Titik. Kita gengsi dan malu untuk mengakui kalau kita yang ‘salah' atau ‘kurang maju' dibanding teman, saudara, atau kolega kita. Apalagi nih, ketika latar belakang dan track record orang itu ‘kurang’ di mata kita. Jadi rasanya apa yang mereka lakukan salaaah terus.

Sesungguhnya kalau mengacu ke teori relativitas Einstein, benar dan salah itu hal yang sangat relatif, tergantung dari kacamata mana kita mau melihat dll atau tergantung ‘faktor X’-nya. Seseorang yang kita anggap ‘kurpin’ alias ‘kurang pintar’, bisa dianggap pinter banget oleh orang lain. Orang yang kita lihat ‘keren abis’, mungkin dianggap ‘meh’ sama orang lain. Yang ini gak akan ada habisnya, makanya suatu hal/isu akan selalu memiliki dua sisi, atau bahkan lebih, yang bertentangan satu sama lain. WAJAR, karena faktor X setiap orang pasti berbeda.

‘Be the best version of yourself’— suatu konsep populer saat ini, yang menurut saya bisa dilakukan untuk buat hidup kita jadi lebih ‘bahagia’. Mungkin lingkungan sekitar bisa dibuat sebagai motivasi, acuan, tapi untuk menjadi standar.. hmm tunggu dulu, mungkin akan lebih baik kalau kita bisa menentukan standar untuk diri kita sendiri. 

Waktu2 after office atau weekend yang biasa diisi dengan acara hangout bersama yang tersayang, mungkin bisa kita sempatkan sekali dalam berapa minggu/bulan untuk refleksi, bicara, mikir akan visi misi dan tujuan hidup kita. Kita coba kritisi pemikiran dan pola pikir diri kita selama ini. Dari situ, kita bisa tahu apa yang esensial dan yang tidak dalam hidup menurut versi kita.

Saya yakin, karena saya juga alami, di awal bicara dengan diri sendiri ini kita akan hadapi banyak distorsi, dimana kita akan banyak mau atau ingin segalanya. WAJAR, kita manusia mahkluk lemah yang tak pernah puas. Tapi dengan mengurutkan secara runut prioritas hidup, menyusun visi dan misi, dan terus diulang-ulang ditanyakan ke diri sendiri, akan semakin jelas siapa diri kita sebenarnya. Ini pondasi kuat untuk pada akhirnya menentukan tolak ukur kebahagiaan kita sendiri. Tips lebih lanjut soal self awareness ini, mungkin saya akan share di kesempatan berikutnya.

Intinya, konsep 'best vesion of yourself’ slash ‘happiest version of yourself’ bisa berbeda untuk kita, dia, dan mereka —which is WAJAR. Gak perlu paksakan konsep mereka ke hidupmu kalau memang deep down kamu tidak mau dan ingin, begitu pun sebaliknya tidak perlu paksakan konsep hidupmu ke mereka. Hal fundamental sampai yang tidak penting sekali pun, dari isu pernikahan, bisnis, gaya hidup, menjalin relasi, sampai warna rambut —hargai konsep diri yang mereka pilih dan tunjukan, karena itulah yang mereka percayai sebagai versi terbaik dirinya. Dengan begitu, niscaya jalanin hidup dan meraih 'kebahagiaan yang hakiki’ akan sedikit lebih mudah untuk kita.

Ketika dengar atau lihat kabar milestone baru dari relasi kita, akan menyenangkan kalau kita bisa ucapkan selamat, encouragement, atau hal2 yang positif. There’s a saying, it’s better to say positive things or nothing at all. Hayo, kita sendiri akan lebih seneng lihat komen “kurusan deh” dibanding “gemukan ya” kaan? ;)

So I guess, people have their right to pursue their own happiness, so do you.
Let them be happy, and you’ll be happy too.


--
Written by a lady who wish life could be as simple as drink fresh young coconut water at the beach.


You may also like

Tidak ada komentar :

Diberdayakan oleh Blogger.