Visi utama di Ubud beberapa waktu lalu itu menyepi, nyamperin temen, plus wisata kuliner selain Warung Nuri's dan Ibu Oka. Motifnya ya rasa jenuh, ingin pengalaman yang berbeda. Pada akhirnya, Ubud berhasil memberi kejutan pada saya dengan caranya. Salah satu favorit saya yaitu momen sarapan, dimana saya mendapatkan pengalaman lebih dari sekedar breakfast buffet di hotel.



Setelah menikmati matahari terbit di sekitar paviliun teman saya tinggal (I swear, it was a cool, majestic and peaceful morning), perut saya meronta untuk diisi. Kebetulan tidak ada sarapan di paviliun apik teman saya ini dan dia memang biasa jajan pagi-pagi. Saya menuruti rutinitasnya ini selama beberapa hari, naik motor ke tempat biasa dia sarapan sebelum ke kantor. I end up loving it!


Pagi hari di Ubud terlihat lengang, sungguh jauh berbeda dari pagi hari saya di ibukota. Tidak butuh waktu lama untuk sampai di Jalan Pengosekan dimana anomali terjadi, ada keramaian! Di depan sebuah mini mart, terdapat kerumunan orang dan jajaran motor parkir untuk menyerbu sarapan murah nan meriah ini. Ya, nasi bungkus alias nasi jinggo ini adalah primadona setiap pagi.



Nasi Jinggo ini serupa nasi kucing yang ada di angkringan Yogyakarta, tapi nasinya sedikit lebih banyak, dengan dua jumput lauk. Seperti misalnya yang saya beli nasi ayam betutu, di dalamnya terdapat nasi putih, beberapa suwir ayam betutu dan mie goreng. Sate lilit yang ada di foto adalah salah satu opsi pelengkap yang disediakan si ibu. Ada beberapa kursi dan meja tersedia di situ, tapi jangan berharap dapet tempat ya di jam-jam 8-9 pagi. Nasinya pun biasa udah habis sebelum jam 11!


Saya pribadi gak cukup makan satu bungkus. Hahaha. Tapi kalau sebungkus ditambah pelengkap-pelengkap lain yang macem-macem dan menggugah selera kayak sate lilit ayam, pepes, babi/ayam pesmol, kerupuk dll mungkin akan pas kenyangnya.


2 x nasi bungkus @ 5000 = 10,000
Sate lilit = 2,000
Babi pesmol = 1,000
Total 13,000 saja untuk sarapan pinggir jalan nikmat ala orang lokal Ubud.

Siapa bilang menikmati Ubud harus selalu mahal? :)


OTW Eat, Happy Eat!
I am a foodie. I am a BIG fan of food, terutama santapan lokal Indonesia. Kuliner Bali selalu sukses menggugah selera saya, karena keunikan bumbunya yang sulit ditemui di Jakarta ataupun Jawa. Setiap saya ke Bali, saya selalu menyempatkan diri untuk makan di warung lokal untuk makan makanan khasnya. Salah satu favorit saya, gak lain dan gak bukan, babi guling!


Rutin ke Bali membuat saya memiliki spot-spot favorit untuk menyantap babi guling. Sayangnya, saya belum menemukan tempat favorit saya untuk ini di Ubud. Sampai akhirnya saya dibawa ke warung Babi Guling Bu Desak Raka by my dear friend, Saraswati, who's currently living here.


It is Bu Desak Raka herself, menyiapkan nasi campur di warung yang sudah ia dirikan selama belasan tahun. Saat kami kesana, hanya ada Bu Desak dan seorang asistennya untuk melayani pelanggan. Jangan takut antri panjang, di sini sepi jarang ada yang tahu selain orang lokal Ubud.


It's a modest warung babi guling, tempat bersih, pelayanan oke, view hamparan sawah, angin sepoi-sepoi plus harganya terjangkau --jauh di bawah warung yang udah sangat terkenal di Ubud. Honestly speaking, I love this one more karena rasanya masih orisinil gak kayak yang satu lagi itu karena udah terlalu ramai dan rasanya udah ikut selera bule.




Seporsi dapat daging, sosis babi, kulit dalam dan kulit luar, lawar, nasi, kuah dan sambal. Pas kenyangnya, kenyang banget malah. Duh nulis ini aja udah bikin ngiler lagi :)) Oh ya, sambal rawit Warung Bu Desak ini luar biasa banget pedesnya, cocok buat pecinta kuliner pedes kayak saya. Tapi yang gak suka/kuat pedas tenang aja, babi guling ini tetep nampol tanpa sambal.


Bagian ini…. juara sejuara-juaranya. Persahabatan bisa rusak, pacaran bisa retak cuma karena sepotong surga ini. Hahaha.
Absolutely recommended!

______
Lokasi:
Jalan Raya Tebongkang, Singakerta, Ubud
Harga:
35ribu/porsi
2-5rb/minuman
Jam buka:
09:00 - 17.00 WITA


OTW Eat, Happy Eat.


Sebagai orang Jakarta yang lahir sampai besar di Jakarta, saya merasa semakin enggak fit tinggal di ibukota ini. Dengan segala fasilitas dan keterbatasan yang ada di Jakarta, saya merasa dituntut untuk lebih banyak duduk daripada jalan kaki.

Entah merasa atau enggak, tapi semakin ke sini berapa kali jalan kaki di Jakarta dalam sehari itu bisa dihitung dengan jari. Jalan kaki yang saya maksud di sini adalah jalan kaki yang signifikan, seratus langkah ke atas atau lebih dari 500 meter. Jalan kaki ini seperti di pagi hari jalan dari rumah ke halte angkutan umum/pangkalan ojek, jalan dari halte/tempat parkir/lobi kantor ke ruangan, jalan ke dan dari tempat makan siang, pulang kantor ke tempat parkir/halte terdekat, dan jalan ke rumah setelah ngangkot.

Yang merasa rutinitas hariannya seperti di atas, coba dihitung berapa kali jalan kaki dalam sehari? Bagi yang pakai kendaraan pribadi atau mageran atau rumah dekat kantor, coba jumlah itu dikurangi tiga sampai lima kali. Berapa kali jalan kaki kah sekarang?


Kenyataan (pahit) ini membuat saya selalu ingin menjawab kerinduan jalan ini ketika lagi di luar Jakarta.

Kesempatan itu saya gunakan ketika berada di Ubud beberapa waktu yang lalu. Siapa yang tidak tahu Ubud, salah satu tujuan utama turis karena kekayaan alam, kuliner unik dan ketenangan yang akan sulit ditemui di pesisir selatan Bali. Tidak heran banyak turis kesini hanya untuk menyepi sendiri, termasuk saya.


Saya harus berterima kasih pada Ubud, khususnya Campuhan Ridge, yang telah berhasil membahagiakan jiwa dan raga saya pagi itu.

Untuk menuju ke sini gampang banget. Dari Jalan Raya Pasar Ubud, jalan ke utara sekitar 1 KM dan akan nemuin signage IBAH Villas di sebelah kanan jalan. Ikuti penunjuknya yang to the hill, yaitu jalan yang menurun di sebelah kirinya.



Setelah menuruni jalan akan ada signage ini, ikuti aja. Dari situ dijamin gak nyasar, karena penunjuk jalan ada di setiap 100-200 meter. Jalurnya sendiri kurang lebih 2 KM, dimana sebenarnya jalur ini adalah jalur alternatif menuju sebuah campuhan atau kampung dalam bahasa bali.


Di awal jalur ini, kita akan melewati pura dan sungai. Setelah itu jalan akan sedikit menanjak, tetapi pemandangan setelah itu worth the hike. 



Pepohonan tropis, resor-resor eksotis di kaki bukit dan suara gemericik aliran sungai seakan menyihir kaki yang lumayan kaget dikasih tanjakan di awal perjalanan. It's simply wonderful and peaceful.




Karena saya kemarin jalan sendiri, Campuhan ini menjadi jalur kontemplasi saya. Jalur dimana saya bicara dengan diri sendiri, tentang segala hal yang sampai saat itu membuat saya senang, sedih, keberhasilan saya, kegagalan saya, sampai segala rencana ke depan. Ibarat Siddharta Gautama punya jalur Gyaana, saya punya Campuhan Ridge. Hahaha agak timpang ya metafornya. Yet it still feels good, karena sulit dapat momen  jalan dengan tenang seperti ini di ibukota.

Campuhan Ridge good place to have a good time with yourself, as well as with your friends. Kalau ke sini sama temen-temen I bet it will be fun, too! Rencanain aja lari pagi bareng di sini atau rental sepeda atau ya jalan kaki sama-sama, pasti seru.


Setelah sekitar setengah jam jalan, selain menemui sawah yang membentang di sana sini, kita akan menemui resor, hotel, galeri seni dan toko souvenir. Ternyata banyak juga wisatawan melewati jalur ini. Saat kemarin saya di sini, banyak warga lokal pun melewati jalur ini untuk olahraga bersama. Asik juga.


Sekitar sejam jalan santai, akan ada Karsa Cafe dengan view yang apik untuk istirahat atau minum jus untuk refresh. Saya gak pesen apa-apa di sini, karena harus segera balik ke pusat kota. Cuma ngobrol sebentar sama mbak kasirnya tentang kawasan ini, numpang ke toilet sama numpang foto. Hehe. Tapi lihat-lihat di review orang, tempat ini recommended ntuk bersantai atau makan siang sehabis trekking.



Gimana gak asik ya liatnya ijo-ijo gini?



Tips trekking di Campuhan:
- Lebih pagi lebih baik, ketika matahari masih bersahabat. Sore hari juga bisa, asal kembali sebelum malam karena tidak ada penerangan di jalur ini.
- Pakai sepatu atau sendal yang nyaman untuk jalan menanjak.
- Bawa topi/sunglasses, karena sinar matahari lumayan menusuk karena jarang ada tempat teduhan (sekalian buat properti foto ;)
- Bawa baju ganti, khususnya yang abis trekking mau langsung jalan atau makan cantik di sekitaran Ubud. You'll get a bit sweaty at Campuhan Ridge.


OTW Walk, Happy Walk.
Diberdayakan oleh Blogger.