Visi utama di Ubud beberapa waktu lalu itu menyepi, nyamperin temen, plus wisata kuliner selain Warung Nuri's dan Ibu Oka. Motifnya ya rasa jenuh, ingin pengalaman yang berbeda. Pada akhirnya, Ubud berhasil memberi kejutan pada saya dengan caranya. Salah satu favorit saya yaitu momen sarapan, dimana saya mendapatkan pengalaman lebih dari sekedar breakfast buffet di hotel.
Setelah menikmati matahari terbit di sekitar paviliun teman saya tinggal (I swear, it was a cool, majestic and peaceful morning), perut saya meronta untuk diisi. Kebetulan tidak ada sarapan di paviliun apik teman saya ini dan dia memang biasa jajan pagi-pagi. Saya menuruti rutinitasnya ini selama beberapa hari, naik motor ke tempat biasa dia sarapan sebelum ke kantor. I end up loving it!
Pagi hari di Ubud terlihat lengang, sungguh jauh berbeda dari pagi hari saya di ibukota. Tidak butuh waktu lama untuk sampai di Jalan Pengosekan dimana anomali terjadi, ada keramaian! Di depan sebuah mini mart, terdapat kerumunan orang dan jajaran motor parkir untuk menyerbu sarapan murah nan meriah ini. Ya, nasi bungkus alias nasi jinggo ini adalah primadona setiap pagi.
Saya pribadi gak cukup makan satu bungkus. Hahaha. Tapi kalau sebungkus ditambah pelengkap-pelengkap lain yang macem-macem dan menggugah selera kayak sate lilit ayam, pepes, babi/ayam pesmol, kerupuk dll mungkin akan pas kenyangnya.
2 x nasi bungkus @ 5000 = 10,000
Sate lilit = 2,000
Babi pesmol = 1,000
Total 13,000 saja untuk sarapan pinggir jalan nikmat ala orang lokal Ubud.
Siapa bilang menikmati Ubud harus selalu mahal? :)
OTW Eat, Happy Eat!